Tahu Sumedang yang siapapun tahu

Advertisement

Kalau lewat Sumedang, rasanya kurang afdol kalau tidak mampir menikmati kuliner khas sumedang. Rasa yang gurih renyah bukan saja mengobati rasa lapar, tapi bisa membuat lidah menjadi nyaman.

Ya, Tahu Sumedang siapapun akan Tahu. Makanan khas Sumedang yang sudah dikenal dimana mana dan menjadi brand untuk jenis tahu.

Tahu Palasari di pusat Kota Sumedang menjadi tempat favorit kami. Letaknya tidak jauh dengan alun-alun Sumedang. Letaknya di sebelah kiri jalan kalau dari arah Bandung.

Tukang tahu sumedang sudah menyebar dimana-mana, bahkan hingga ke luar kota Sumedang sendiri. Lihatlah dari Anda keluar tol Cileunyi, Jatinangor, hingga ke arah Sumedang sendiri di pinggir jalan banyak yang jualan tahu yang dikenal nikmat dan gurih ini. Tahu ini enak disantap saat panas-panas sambil dicocol dengan sambal kecap atau langsung dengan cabe plus lontong.

Asal kata

Menurut Ong Yoe Kim, tokoh tahu Sumedang, "tahu" berasal dari bahasa Mandarin dòufu (豆腐) dibaca tou-fu atau tāu-hū oleh orang Hokkian.

Kreativitas

Bermula dari kreativitas yang dimiliki oleh imigran Cina, Ong Kino dan istrinya yang menjadi perintis untuk memproduksi tahu di Sumedang yang awalnya dibuat dari kedelai lurik yang mirip telur puyuh. Tahun demi tahun, Ong Kino beserta istrinya terus menggeluti usaha mereka hingga sekitar tahun 1917, dan anak tunggal mereka bernama Ong Bung Keng untuk melanjutkannya. Ong Bung Keng kemudian melanjutkan usaha keduaorangtuanya yang memilih kembali ke tanah kelahiran mereka di Hokkian, Republik Rakyat Tiongkok.

Melalui generasi Ong Bung Keng yang terus melanjutkan usaha yang diwariskan dari kedua orang tuanya hingga akhir hayatnya di usia 92 tahun. Di balik kemasyhuran tahu Sumedang ada pula kisah seperti yang diceritakan cucu dari Ong Kino, Suryadi. 

Sekitar tahun 1928, konon suatu hari tempat usaha sang kakek buyutnya, Ong Bung Keng, didatangi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Soeria Atmadja yang kebetulan tengah melintas dengan menggunakan dokar dalam perjalanan menuju Situraja, Sumedang. Kebetulan, sang pangeran melihat seorang kakek sedang menggoreng sesuatu. Pangeran Soeria Atmadja langsung turun begitu melihat bentuk makanan yang amat unik serta baunya yang harum.

Sang bupati, Pangeran Soeria Atmadja kemudian bertanya kepada sang kakek, "Maneh keur ngagoreng naon? (Kamu sedang menggoreng apa?)". Sang kakek berusaha menjawab sebisanya dan menjelaskan bahwa makanan yang ia goreng berasal dari tahu. Karena penasaran, sang bupati langsung mencicip satu. Setelah mencicipi, bupati secara spontan berkata dengan wajah puas, "Enak benar masakan ini! Coba kalau kamu jual, pasti laris!". Tak lama setelah kejadian ini, tahu digemari oleh penduduk Sumedang dan kemudian sampai ke seluruh Indonesia.

Bukan Tahu Biasa

Tahu ini setelah digoreng dengan bumbu yang sama, menghasilkan bentuk yang berbeda dari tahu goreng biasanya. Koagulan yang dipakai adalah sisa dari penggumpalan tahu, disebut larutan biang yang disimpan selama 2–3 hari, yang prosesnya menggunakan asam cuka.

Tahu ini bisa mengalami perubahan rasa setelah beberapa jam dibeli jika dibuat secara tradisional, kedelai asli tanpa pengawet. Rasa gurih berubah menjadi asam, kulit yang garing menjadi liat. Tapi ini dapat disiasati dengan penyimpanan di kulkas. Penggorengan yang tepat yaitu dalam minyak yang panas / menguap, api besar, daya muat penggorengan, serta jumlah tahunya.



Artikel Lainnya

0 komentar

@KangdeBar Instagram

Like Facebook Page

Twitter